1. Perang Badar
Perang Badar Raya terjadi pada tanggal 17 Ramadhan 2 Hijriah. Perang ini
bermula dari kesalah¬pahaman kafilah dagang kaum Musyrikin Makkah yang sedang
kembali dari Syam menuju Makkah. Rasulullah memerintahkan sejumlah sahabatnya
untuk mengamati kafilah Quraisy yang sedang lewat di wilayah Madinah itu tanpa
berrnaksud untuk berperang di bawah pimpinan Nabi saw. sendiri.
Begitu melihat rombongan orang Madinah yang mendekati kafilahnya, segeralah
Abu Sofyan, pim¬pinan kafilah, mengutus anak buahnya untuk segera minta bantuan
dari Makkah. Segeralah datang pasukan dari Makkah dengan kekuatan 1.000 orang
tentara, 600 orang di antaranya berkuda (kavaleri) yang merangkap sebagai kompi
perbeka¬lan (logistik), dan 300 orang tentara cadangan yang merangkap sebagai
regu musik. Di samping itu mereka juga membawa 700 ekor unta. Regu musiknya
sepanjang jalan menggemakan lagu-lagu perang, terutama yang berisikan ejekan
terhadap Nabi saw. dan kaum Muslimin.
Kompi patroli yang dikerahkan Nabi saw. sendiri berke¬kuatan 313 prajurit,
dengan 70 ekor unta, dan tidak lebih dari 3 ekor kuda. Mereka kebanyakan
terdiri dan penduduk asli Madinah. Mereka mengendarai tunggangan yang ada itu
secara bergantian.
Beberapa saat sebelum berangkat Nabi Muham¬mad saw. bermusyawarah dengan para
sahabatnya dari kalangan Anshar, tentang kelompok mana yang lebih dulu
diterjunkan ke medan laga. Kelompok Muhajirin segera menawarkan diri dan
menyatakan sanggup. Sementara itu kelompok Anshar juga paham, Nabi saw.
menghendaki agar merekalah yang lebih dahulu terjun walaupun Nabi belum
berterus terang menyatakan maksudnya itu. Karena itulah Saad bin Mu’az, sebagai
sesepuh kaum Anshar, bangkit menyatakan kesiapannya untuk diterjunkan lebih
dahulu.
Saad bin Mu’az berkata, “Wahai Rasulullah, sungguh kami ini telah beriman
kepadamu, telah seratus persen meyakini agama dan telah mengakui kebenaran
agama yang engkau bawa kepada kami. Kami telah bersumpah setia untuk
melaksanakan semua yang telah kami janjikan kepadamu. Oleh karena itu,
segeralah laksanakan apa yang telah menjadi keputusanmu, ya Rasulullah, dan
kami setia kepadamu. Demi Allah yang telah membangkitkanmu dengan membawa
kebenaran, kalau engkau perintahkan kami untuk mengarungi lautan ini (perang),
niscayalah kami arungi bersamamu. Tak seorang pun di antara kami ini yang akan
menolak komandomu dan tak seorang pun yang akan mundur dari medan laga, hari
ini atau besok. Kami sanggup tabah menjalani peperangan ini dan telah siap
sedia untuk syahid di dalamnya. Mudah-mudahan Allah swt. merestui apa-apa yang
engkan percayakan kepada kami dan marilah berangkat bersama kami, dalam berkah
Ilahi.”
Banyak lagi kalangan Anshar yang memberikan pernyataan serupa, sehingga
legalah hati Nabi Saw.
Seusai rapat itu, Nabi saw. bersabda, “Berangkatlah kamu bersama inayah Allah,
dan berbesar hatilah. Allah telah menggariskan dua pilihan menang atau kalah.”
Kemudian Nabi saw. berangkat dengan pasu¬kannya untuk segera menduduki sebuah
telaga kecil yang ada di Gunung Badar itu. Setiba di sana, berka¬talah Habbab
bin Munzir, “Ya Rasulullah, tempat atau daerah ini telah dianugerahkan oleh
Allah kepadamu (telah diduduki lebih dahulu) dan janganlah engkau maju atau
mundur dari tempat ini, apa pun yang terjadi, baik pasukan kita maju atau
mundur, atau terjadi kejar mengejar. Kita harus bertahan di daerah ini.”
Rasulullah menjawab, “Memang begitulah seharusnya.”
Kemudian Habbab menunjuk sebuah telaga lain dan berjalan ke sana bersama-sama
untuk lebih da¬hulu menguasainya, sehingga memungkinkan ten¬tara-tentara Islam
untuk memutuskan jalur suplai air. Di dekat telaga inilah pasukan dipusatkan,
dan Saad bin Muaz mengerahkan kawan-kawannya untuk mendirikan kemah dan dikawal
oleh beberapa prajurit.
Akan tetapi Rasulullah heran terhadap komando dan kerja Saad itu, lalu beliau
bertanya kepada Saad, “Untuk apa itu kau lakukan.” “Sudah banyak kaum yang
bergabung dengan kami, tetapi belum ada orang yang sangat kami cintai selain
engkau, ya Rasulullah. Kami boleh mati saat ini juga, tetapi engkau harus
kembali dalam keadaan selamat,” jawab Saad. “Jika mereka ini (prajurit-prajurit
Anshar) tahu engkau terancam, tentulah mereka tidak mau jauh darimu.”
Mendengar penjelasan itu berdoalah Nabi saw. agar ia (Saad) dan seluruh
tentaranya selamat dan memenangkan peperangan, dan apa yang diusulkan Saad tadi
diperkenankan olehnya.
Tatkala kedua belah pihak telah berhadap-¬hadapan untuk memulai penyerbuan,
tampillah Nabi saw. mengatur barisan seraya memberi semangat kepada seluruh
prajurit, “Demi Allah yang nyawaku ini ditangannya, musuh-musuh kita sekarang
akan menghadapi pahlawan¬-pahlawan yang sabar dan tangguh, serta akan
memenang¬kan peperangan. Jika satu di antaranya terbunuh, maka Allah yang akan
memasukkannya ke surga.”
Kemudian Nabi kembali ke kemahnya bersama Abu Bakar, sementara Saad bin Muaz
mengawalnya dengan pedang terhunus. Nabi berdoa, “Ya Allah, aku nantikan
janji-Mu. Ya Allah, jika pasukanku ini kalah, niscaya tidak ada lagi orang yang
akan menyembahmu di bumi ini.”
Beliau terus melakukan shalat khauf dan sujud agak lama, lalu diingatkan oleh
Abu Bakar dengan ucapan, “Bangunlah, sebentar lagi Allah akan menunaikan
janjinya kepadamu.”
Tak berapa lama ternyata perang telah berhenti dan kemenangan diraih oleh
pihak Islam. Dan pihak Quraisy kurang lebih 70 orang terbunuh, termasuk orang
yang paling musyrik, Abu Jahal, dan pemim¬pin lainnya, 70 orang lainnya
tertawan. Setelah mayat-mayat tentara itu dimakamkan kembalilah Nabi saw.
dengan pasukannya ke Madinah. Kemu¬dian beliau bermusyawarah dengan beberapa
orang sahabat guna membicarakan tindakan yang akan diambil terhadap
tawanan-tawanan perang itu. Umar bin Khattab mengusulkan agar mereka dibunuh
saja. Tetapi, Abu Bakar mengusulkan agar mereka dibebaskan dengan syarat
memberikan tebu¬san. Pendapat inilah yang disetujui untuk ditetapkan sebagai
keputusan resmi. Maka ditebuslah tawanan-tawanan itu oleh kaum musyrikin Makkah.
Tentang Perang Badar ini turun ayat, “Sungguh Allah telah menolong kamu dalam
Perang Badar, padahal kamu pada waktu itu dalam keadaan lemah. Karena itu
bertakwalah kepada Allah supaya kamu mensyukurinya. Cukuplah jika kamu sabar
dan siaga, dan mereka datang menyerang kamu seketika itu juga niscaya Allah
menolong kamu dengan lima ribu malaikat yang memakai tanda. Ingatlah ketika
kamu mengatakan kepada orang-orang Mukmin, apakah tidak cukup bagi kamu Allah
membantu kamu dengan tiga ribu malaikat yang diturunkan (dari langit). Dan
Allah tidak menja¬dikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai kabar
gembira bagi kemenanganmu dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenangan
itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Untuk
membinasakan golongan orang-orang kafir, atau untuk menjadikan mereka itu hina,
lalu mereka kembali dengan tiada memperoleh apa-apa.” (QS. Ali Imran: 123 - 127)
Di samping itu turunlah pula ayat yang berisi teguran buat Nabi saw. atas
keputusannya membe¬baskan tawanan-tawanan perang dengan rnensyarat¬kan tebusan,
yaitu, “Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat
melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawi, sedang
Allah menghendaki (pahala) akhirat. Dan Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.
Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang terdahulu dari Allah, niscaya kamu
ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil. Maka makanlah
sebagian harta rampasan perang, dan Allah Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana. Dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.” (QS. Al-Anfal:67-69)
2. Perang Uhud
Perang Uhud terjadi pada hari Sabtu tanggal 15 Syawal 3 Hijriah. Orang-orang
Quraisy Makkah berambisi sekali membalas kekalahannya pada perang Badar Raya.
Dipersiapkannya suatu pasukan besar dengan kekuatan 3.000 orang serdadu. Dalam
pasukan itu terdapat 700 ratus infanteri, 200 orang tentara berkuda (kavaleni)
dan 17 orang wanita. Seorang di antara mereka yang tujuh belas ini adalah
Hindun bin Utbah, isteri Abu Sofyan. Ayahnya yang bernama Utbah telah terbunuh
pada perang Badar Raya.Pasukan Quraisy ini dipusatkan di suatu lembah di
pegunungan Uhud, suatu pegunungan yang terletak 2 kilometer sebelah utara
Madinah.Menghadapi tantangan ini, Nabi saw. dan beberapa orang sahabatnya
berpendapat kaum Muslimin tidak perlu menemui musuh-musuh yang sudah siap siaga
itu. Sebaliknya orang-orang Islam tetap siaga di Madinah dengan taktik bertahan
(defensif). Akan tetapi sekelompok orang Islam (Muhajirin dan Anshar) terutama
pemuda-pemuda yang tidak ikut ambil bagian dalam perang Badar
mendesak untuk menemui tentara-tentara Quraisy dan ingin menghajarnya di
gunung Uhud. Atas desakan itu Nabi surut dari pendapatnya semula. Masuklah
beliau ke rumahnya, lalu keluar dalam keadaan sudah siap dengan mengenakan baju
besi, menyandang tameng dan memegang tombak serta pedang.
Melihat gelagat Nabi itu, sebagian sahabat yang tadinya sependapat dengan
beliau menyatakan penyesalannya terhadap orang-orang yang memaksakan
keinginannya untuk berperang. Mereka yang memandang tidak perlu meladeni
tentara-tentara Quraisy tadi mengatakan kepada Nabi, “Kami tidak mau
mengirimmu. Jika engkau tetap setuju berangkat, berangkatlah; dan jika akan
engkau urungkan, urungkanlah.”
Rasulullah saw. menjawab, “Tidak pantas bagi seorang Nabi yang sudah
mengenakan baju besi untuk menanggalkannya kembali, hingga Allah menetapkan
sesuatu baginya dan bagi musuh.”
Kemudian beliau berangkat bersama lebih kurang 1.000 orang tentara. Dua ratus
orang memakai baju besi dan hanya dua orang tentara berkuda.
Setelah berangkat, Nabi Muhammad kembali menyeleksi pasukannya dan ternyata di
dalamnya terdapat ratusan orang Yahudi yang menggabungkan diri dengan tentara
Islam. Mereka itu dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Nabi bertanya
kepada sahabat-sahabatnya, “Apakah mereka telah masuk Islam?” “Belum,” jawab
sahabat. Rasulullah memerintahkan, “Usir mereka dan perintahkan agar kembali ke
Madinah. Kita tidak perlu bantuan orang-orang Musyrik untuk menghadapi
orang-orang Musyrikin.”
Mereka yang berjumlah 300 orang itu pun keluar dari pasukan, dan tinggallah
700 orang pasukan Nabi. Sesampainya di pegunungan Uhud, segera di lakukan
pengaturan pasukan dan pembagian posisi. Lima puluh personil ditempatkan di
sebuah bukit yang terletak di belakang lereng, di mana pasukan dikonsentrasikan
di bawah pimpinan Abdullah bin Jabir Al-Anshary. Mereka bertugas menghadang
pasukan musuh yang akan rnenyerang dari bukit itu.
Rasulullah mengomandokan kepada penjaga bukit ini, “Siagalah kamu semuanya,
dan jangan sampai musuh-musuh kita menyerbu dari belakang. Jika pasukan berkuda
mereka naik ke posisi kamu, hujanilah kuda-kuda itu dengan anak panah.
Kuda-kuda itu pasti tidak kuat dan takut dengan panah. Kita selalu akan unggul,
manakala kamu tetap berjaga di atas bukit ini. Ya Allah, sesungguhnya aku yakin
Engkau akan menolong mereka.”
Menurut pendapat lain, ketika itu Nabi mengatakan, “Bila kamu melihat
burung-burung menyambar-nyambar kami yang berada di lereng, maka jangan kamu
kosongkan tempat (bukit) ini, hingga datang perintahku. Dan jika kamu melihat
kami dapat mengalahkan atau dapat menghancurkan mereka sampai terbunuh
semuanya, maka janganlah pula kamu tinggalkan tempat ini.”
Segala sesuatunya telah diatur dan serbuan pun dimulai. Tentara Islam berhasil
mengungguli musuh dan beberapa di antaranya telah terbunuh sementara yang
lainnya kocar-kacir melarikan diri. Tetapi sayang tentara-tentara Islam mulai
tergiur untuk mengambil harta rampasan yang ditinggalkan oleh musuh yang lain
itu, tak terkecuali regu pengawal jalur rawan serbuan yang berada di bagian
atas bukit. Tidak kurang dan 40 orang di antaranya turun ke lereng untuk ikut
serta mengambil harta rampasan yang begitu banyak, sehingga hanya tinggal
sepuluh orang saja yang berada di atas bukit. Komandannya, Abdullah bin Juber,
sebelumnya telah mengingatkan mereka yang turun itu, tetapi tidak berhasil
menghalanginya. Malah mereka menyanggah sang kornandan dengan kata-kata, “Tidak
perlu lagi kita bersiaga di sini. Bukankah peperangan telah usai.”
Kelemahan regu pengawal bukit yang hanya berkekuatan sepuluh personal itu
dimanfaatkan Khalid bin Walid yang bertindak sebagai komandan tentara Makkah.
Secepat kilat ia menyerang dan melumpuhkan regu pengawal, dan turun ke lereng
gunung seraya menyerbu habis-habisan dari belakang. Tibalah giliran pasukan
Islam kocar-kacir dibuatnya. Pasukan musuh balik menyerbu mereka dari setiap
sektor, sambil mendekati posisi Nabi saw. Dalam keadaan posisi yang sangat
genting itu disiarkan pula psywar yang menyatakan Nabi telah terbunuh, sehingga
tentara Islam semakin porak-poranda.
Pada waktu itu Nabi terkena lemparan batu, sampai jatuh pingsan. Tentu saja
semua anak panah musuh terarah kepada beliau. Muka, lutut, bibir bawahnya
luka-luka, sedangkan tutup kepalanya pecah. Posisi Nabi saw. yang hanya diapit
oleh puluhan tentara saja itu, dihujani musuh dengan anak panah yang memaksa
beberapa orang sahabat gugur, karena menghalangi sampainya anak-anak panah itu
ke tubuh Rasulullah saw. Tercatat di antaranya Abu Dajanah, Saad bin Abi Waqas
yang matian-matian bertahan dengan melontarkan hampir seribu buah anak panah,
guna mengusir musuh.
Selain itu dicatat pula seorang wanita, Ummu Imarah Nusaibah Al Anshary.
Srikandi ini mulanya bertugas sebagai perawat tentara Islam yang luka-luka,
tetapi demi melihat jiwa Nabi terancam maut, segeralah ia memagari diri Nabi
beserta suami dan dua orang putranya, sehingga ia sendiri tewas. Atas
keberaniannya yang luar biasa itu, Rasulullah berkata kepadanya, “Semoga Allah
memberkahi kamu sekeluarga.”
Lalu Nusaibah minta kepada Nabi berdoa agar dapat bersama-sama masuk surga
dengan angota-anggota keluarga yang tewas pada waktu itu. “Ya Allah, jadikanlah
mereka ini sebagai teman-temanku di surga kelak,” ucap Nabi.
Saat-saat gawat ini diceritakan oleh Nabi saw. kepada sahabat-sahabatnya,
“Wanita yang bernama Nusaibah inilah yang paling sibuk memberikan perlawanan
demi membela aku. Ia menderita dua belas luka terkena panah dan pedang.”
Pada saat kritis tersebut ada seorang tentara Quraisy yang bernama Ubai bin
Khalaf menyerang Nabi dengan pedang terhunus, sehingga tidak ada jalan lain
buat Nabi selain membela diri. Diambilnya sebatang tombak terus dilemparkannya
ke tubuh Ubai sehingga tidak jadi membunuh Nabi, karena telah tewas lebih
dahulu. Hanya dalam perang Uhud ini Rasulullah sempat membinasakan jiwa
seseorang dan hanya Ubai bin Khalaf inilah yang mati terkena tombak Nabi,
selama masa peperangannya.
Untunglah Rasulullah saw. masih mampu bangkit dan keluar dan lubang tempatnya
terperosok dengan bantuan Thalhah bin Ubaidillah.
Melihat sekelompok orang-orang Musyrik Makkah masih berada di atas gunung,
diperintahkannya satu regu untuk mengejarnya, seraya berseru kepada seluruh
pasukan, “Mereka itu tidak pantas mengungguli kita. Ya Allah, tiada kekuatan
bagi kami kecuali karena Engkau.”
Sambil bersiap-siap untuk berlari berkatalah Abu Sofyan, “Hari ini adalah hari
pembalasan Perang Badar.”
Perang Uhud ini menelan korban sebanyak 70 orang dari pasukan Islam, dan 23
dan kaum Musyrikin. Suatu hal yang sangat memiriskan perasaan ialah peristiwa
terbunuhnya Syaidina Hamzah, paman Rasulullah saw. Begitu beliau terkena panah,
menari-narilah Hindun isteri Abu Sofyan, lalu mendatangi tempat tergeletaknya
Hamzah dengan maksud melampiaskan dendam kesumat atas kematian ayahnya pada
perang Badar. Dibelahnyalah dada mayat Hamzah, diambil hatinya, lalu
dikunyah-kunyahnya.
Mengenai Perang Uhud ini terdapat beberapa ayat yang berisi nasihat pelipur
kesedihan kaum Muslimin atas kekalahannya dan mengingatkan akan sebab-sebab
terjadinya kekalahan itu. Dalam surat Ali Imran ayat 138 sampai ayat 142 dan
ayat 153 dikatakan, “Dan janganlah kamu lemah semangat dan janganlah bersedih
hati, dan kamulah orang-orang yang lebih tinggi derajatnya, jika kamu
benar-benar beriman. Jika kamu (pada perang uhud) mendapat luka, maka
sesungguhnya kaum kafir itupun mendapatkan luka yang serupa. Demikianlah, masa
kami pergantikan antara manusia, agar mereka mendapat pelajaran dan supaya
Allah membedakan orang-orang yang beriman dengan orang-orang yang kafir dan
supaya sebagian kamu gugur sebagai syahid. Dan Allah tidak menyukai orang-orang
yang zalim. Dan agar Allah membersihkan orang-orang beriman (dari dosa-dosanya)
dan membinasakan orang-orang yang kafir. Apakah kamu mengira kamu akan masuk
surga padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara
kamu, dan belum nyata orang-orang yang sabar.” (Ali Imran: 139-142)
“Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janjiNya kepada kamu, ketika kamu
membunuh mereka dengan izin-Nya, sampai pada saat kamu lemah dan berselisih
dalam urusan itu, dan mendurhakai perintah Rasul, sesudah Allah memperlihatkan
kepada kamu sesuatu yang kamu sukai. Di antara kamu ada pula yang menghendaki
akhirat. Kemudian Allah memalingkan kamu dari mereka, untuk rnenguji kamu, dan
sesungguhnya Allah telah memaafkan kamu. Dan Allah memiliki karunia atas
orang-orang beriman. Ingatlah ketika kamu lari dan tidak menoleh kepada seorang
pun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil kamu.
Karena itulah Allah menimpakan atas kamu kesedihan di atas kesedihan, supaya
kamu tidak bersedih hati terhadap apa-apa yang luput dari sisi kamu dan
terhadap apa yang menimpa kamu. Dan Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kamu
lakukan.” (Ali Imran: 152-153)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar