Sabtu, 13 November 2010

HADITS DHAIF KARENA KE-DHABITAN-NYA

KATA PENGANTAR



Segala puji penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Yang telah membimbing manusia dengan petunjuk-petunjuk-Nya sebagaimana yanag terkandung dalam al-qur’an dan sunnah, petunjuk menuju jalan yang lurus dan jalanyang diridai-Nya. Demikain juga penulis bersyukur kepada-Nya yang telah memudahkan penulisan makalah ini sehingga dapat terselasaikan.
Sholawat dan salam semoga tecurahkan pada junjungan kita Nabi Muahammad SAW., para sahabat, keluarga dan para pengikutnyasampai dihari kiamat, terutama mereka yang yang memelihara keutuhan, kemurnian, dan otentisitas sunnah baik secara penghapalan, periwayatan, penulisan dan penerbitan.
Makalah ini membahas tentang "Hadits Dhaif Karena Kedhabitannya” tentunya dalam penulisan makalah ini dengan segala keterbatasan, tidak lepas dari kekurangan, tetapi penulis telah berusaha dengan semaksimal mungkin untuk meminimalisir kekurangan-kekurangan tersebut. Oleh karena itu, sangat diharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Semoga bermanfaatbagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya. Amin.




Paiton, 06 Maret 2009


Penulis




BAB I
PEMBAHASAN


A. PENGERTIAN HADITS DHA’IF KARENA KEDHABITANNYA
Sebagaiman telah kita ketuhui sebelumnya, bahwa hadits dha’if terbagi menjadi beberapa bagian, dapat disimpulkan bahwa hadits dapat dikatakan dha’if dikarenakan dua hal, yakni yang pertama, terkait dengan sanad dan kedua terkait dengan matan. Cacat yang terkait dengan sadad bisa jadi karena tidak bersambung sanad-nya atau seorang perawi tidak bertemu langsung dengan seoarang guru sebagai pembawa berita, ketidakadilan dan dhabith, terjadi adanya keganjilan (syadz) dan cacat (illah). Sedang cacat terkait dengan matan adalah juga karena keganjilan (syadz) dan cacat (Illah) tersebut. Macam-macam yang menjadi penyebab kedha’ifan suatu hadits dapat digambarkan pada skema berikut :















Dari gambar diatas dapat diketahui beberapa macam sebab-sebab ke-dha’ifan hadits serta pembagiannya dimana salah satu hadits dapat dikatakan dha’if yaitu dikarenakan cacat ke-dhabith-an nya yang terbagi menjadi beberapa bagian diantaranya yaitu :


1. Hadits Munkar
Kata mungkar dari akar kata ingkar : yang artinya menolak, tidak menerima lawan dari kata iqrar = mengakui dan menerima. Cacat yang ada pada perawi itu membuat tertolak dan diingkarinya. Dalam istilah ada beberapa pendapat, diaantaranya :

Hadits yang pada sanadnya ada seorang perawi yang parah kesalahannya atau banyak kelupaan atau nampak kepasikannya.
Dari definisi diatas jelas bahwa diantara periwayat hadits munkar ada yang sangat lemah daya ingatannya, sehingga periwayatannya menyendiri tidak sama dengan periwayat yang tsiqah. Periwayatan munkar tidak sama dengan syadz, karena dalam munkar periwayatnya bersifat dha’if yang menyalahi periwayatan tsiqah. Sedang hadits syadz periwayatan orang tsiqah menyalahi orang yang lebih tsiqah.
2. Hadits Mu’allal
Dalam bahasa mu’allal bearasal dari kata illah ( ) yang diartikan al-maradh=penyakit. Seolah-olah hadits ini terdapat penyakit yang membuat tidak sehat dan kuat. Dalam istilah illah atau mu’allal adalah :

Illah adalah ungkapan bebrapa sebab yang samar tersembunyi yang datang pada hadits kemudian membuat cacat dalam keabsahannya pada hal lahirnya serlamat dari padanya.
Sedangkan hadits mu’allal adalah :

Hadits yang dilihat di dalamnya terdapat illah yang membuat cacat kesahihan hadits, padahal lahirnya selamat daripadanya.
Dari definisi dapat dipahami bahwa kriteria illah adalah adanya cacat yang tersembunyi dan cacat itu mengurangi keabsahan suatu hadits tidak disebut illah. Namun, bagi selain muhadditsin illah terkadang diartikan cacat secara umum dalam hadits baik tersembunyi dan mecacatkan keabsahan suatu hadits atau tidak seperti sifat dusta, banyak kelupaan, dan lain-lain.
3. Hadits Mudraj
Mudraj berasal dari kat = memasukkan atau menghimpun atau menyisipkan. Jadi memasukkan sesuatu yang lain yang semula belum menjadi bagian daripadanya. Atau menyisipkan sesuatu yang Belem dianggap menjadi bagian dari sesuatu yang lain agar dianggap menjadi bagian darinya.dalam istilah mudraj terbagi menjadi 2 macam yaitu :
1. Mudraj pada sanad

Hadits yang diuabah konteks sanadnya.
Mudraj sanad ini banyak kemungkinan untuk terjadi, misalnya :
a. sekelompok jama’ah meriwayatkan statu hadits dengan beberpa sanad yang berbeda, kemudian diriwayatkan oleh Seorang perawi dengan menyatukan kedalam satu sanad dari beberapa sanad tersebut tanpa menerangkan ragam dan perbedaan sanad.
b. Seseorang meriwayatkan matan tetapi tidak sempurna, kesempurnaan itu ia temukan melalui sanad yang lain. Kemudian ia meriwayatkannya dengan menggunakan sanad pertana dan lain-lain.
2. Mudraj pada matan

Hadits yang dimasukkan ke dalam matannya sesuatu yang tidak bagian dari padanya tanpa ada pemisah.
Maksud mudraj pada definisi diatas adalah tambahan atau sisipan dari seorang perawi untuk menjelaskan atau memberikan pengantar matan hadits tetapi tidak ada pemisah yang membedakan antara ambahan dan sisipan dan matan hadits tersebut. Diantara factor penyebab kemungkinan tejadinya mudraj karena seorang perawi manjelaskan tentang syara’ yang berkaitan atau istinbath hukum atau memberikan syarah lafal hadits yang gharib (sulit dipahami). Penjelasan dan syarah itu diduga oleh pendengarnya bahwa hal itu bagian dari hadits.
4. Hadits Maqlub
Maqlub berasal dari kata berarti mengubah, mengganti, berpindah, atau membalik. Hati dalam bahsa arab Arab Al-Qalbu, karena sifat hati ini berpindah-pindah dan berbolak-balik. Menurut istilah hadits maqlub adalah :

Adalah hadits yang terbalik (redaksinya) baik pada sanad atau matan.
Maksud dari pengertian diatas bahwa hadits maqlub adalah hadits yang terbalik susunan kalimatnya tidak sesuai dengan susunan yang semestinya, terkadang mendahulukan yang seharusnya diakhirkan atau sebaliknya, atau mengganti kata lain dengan tujuan tertentu. Factor penyebabnya karena memang kesalahan yang tak disengaja atau karena utuk menguji daya ingat seseorang seperti yang terjadi terhadap kecerdasan Al-Bukhori yang dilakukan ulama’ Bagdad dengan memutarbalikan 100 sanad dengan matan lain atau agar dicintai oleh pendengar.
5. Hadits Mudhtharib
Kata Mudhtharib berasal dari kata = goncang dan bergetar, seperti goncangnya ombak dilaut. Kegoncangan hadits dikarenakan oleh contra antara satu hadits dengan hadits yang lain, berkualitas sama dan tidak dapat dipecahkan secara ilmiah dan tidak dapat dikompromikan dan tidak dapat di-tarjih (tidak dapat dicari yang lebih unggul) dan sama kekuatan kualitasnya. Di antara sebab idhthirab-nya statu hadits adalah karena lemahnya daya ingat perawi dalam meriwayatkan hadits tersebut, sehingga terjadi kontrayang tak kunjung dapat diselasaikan dan ditemukan solusinya.
6. Hadits Mushahhaf dan Muharraq
Dalam bahasa mushahhaf berasal dari kata berarti salah baca tulisan (shahifah). Kesalahan ini dapat dikarenakan salah elihat atau mendengar. Sedangkan muharaf berasal dari kata berarti mengubah atau mengganti. Dari segi istilah sebagian ulama’ mengartikan mushahhaf dengan :
Perubahan kalimat dalam hadits selain apa yang diriwayatkan oleh orang tsiqah baik secara lafal atau makna.
Ibnu Hajar membedakan adanya perubahan yang terjadi pada hadits, jira perubahan itu berupa titik pada satu huruf atau beberapa huruf itulah yang disebut hadits mushahhaf dan jira perubahan itu berbentuk syakal/harkat huruf disebut Muharraf. Definisi Mushahhaf adalah :

Hadits yang terdapat perbedaan di dalamnya dengan mengubah beberapa titik sedang bentuk tulisannya tetap.
Sedangkan yang dimaksud dengan Muharraq adalah :

Hadits yang terdapat perbedaan di dalamnya dengan mengubah syakal/harakat sedang bentuk tulisannya tetap.
7. Haidits Syadzdz
Dari segi bahasa syadz berasal dari kata diartikan ganjil tidak sama dengan yang mayoritas. Dari segi istilah ada beberapa pendapat di antaranya yaitu :

Periwayatan seorang tsiqah menyalahi periwayatan orang yang lebih tsiqah.
Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hadits syadz adalah ahdits yang ganjil, karena hanya dia sendiri yang meriwayatkannya menyalahi periwayatan oarang tsiqah atau yang lebih tsiqah dan yang terakhir ini pendapat yang soy. Jira periwayatan orang dha’if menyalahi periwayatan orang tsiqah disebut hadits munkar dan jika periwayatan yang lebih tsiqah menyalahi orang tsiqah disebut hadits mahfuzh.


BAB II
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari pembahasan didepan penulis menyimpulkan bahwa Hadits tidak selalu benar kebaradaannya karena penulisan hadits adalah suatu kebiasaan yang dapat dilakukan oleh semua manusia baik itu baik atau jelek, dan perlunya seseorang mengetahui dan mempelajari beberapa macam hadits yang mana banyak hadits yang tidak perlu diamalkan oleh seseorang pada umumnya dari berbagai pendapat ulama’ dalam menggunakan istilah-istilah itu agar nantinya orang yang mempelajari atau membaca kitab-kitab dapat memilah-milah, mana yang hadits Nabi dan mana pula yang datang dari sahabat dan mana yang shohih, dha’ih atau maudlu’. Dalam kajian ini penulis cenderung untuk membahas hadits dha’if karena ke-dhabih-annya, sebagaimana pendapat para jumhur ulama’, karena pendapat ini banyak digunakan oleh para ulama’ hadits akhir-akhir ini, agar tidak bertele-tele dan terjebak dalam perbedaan yang cenderung membingungkan bagi orang yang masih dalam taraf pemula dalam mempelajari Islam, terutama as-sunnah dan al-hadits.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar